Dalam pengelolaan penilaian persediaan, tentunya ada berbagai macam metode yang digunakan. Salah satu metode yang dapat diterapkan adalah metode LIFO (Last In, First Out). Tapi, apa sebenarnya metode LIFO adalah dan bagaimana cara kerjanya?

Apa itu Metode Lifo?

Metode LIFO adalah salah satu cara untuk pengelolaan stok dengan prinsip barang yang terakhir masuk (last in) yang akan keluar terlebih dahulu (first out). Hal ini dilakukan agar perusahaan dapat mencocokkan biaya barang yang lebih baru dengan pendapatan yang dihasilkan, terutama dalam kondisi harga barang yang cenderung naik.

Ini berarti harga barang yang dihitung untuk beban pokok penjualan akan berdasarkan harga barang yang lebih baru, yang seringkali lebih tinggi. Akibatnya, perusahaan akan mencatatkan beban pokok penjualan yang lebih besar, yang dapat mengurangi laba kena pajak.

Mengapa Menggunakan Metode LIFO?

Meskipun telah banyak ditinggal oleh beberapa perusahaan, memilih metode lifo dapat menjadi solusi. Teurtama pada kondisi ekonomi tertentu. Selain itu, lifo juga memiliki beraga alasan yaitu:

1. Keuntungan Pajak saat Inflasi

Ini adalah alasan utama penggunaan LIFO. Saat terjadi inflasi (harga-harga cenderung naik), barang yang dibeli terakhir akan memiliki harga yang lebih mahal. Dengan menjual barang termahal ini terlebih dahulu, HPP (Harga Pokok Penjualan) menjadi lebih tinggi. HPP yang tinggi akan menghasilkan laba kotor yang lebih rendah, sehingga beban pajak penghasilan yang harus dibayar perusahaan menjadi lebih kecil.

2. Prinsip Penandingan (Matching Principle) yang Lebih Baik

Metode LIFO menandingkan biaya paling kini (harga beli terakhir) dengan pendapatan paling kini (penjualan saat ini). Hal ini dianggap memberikan gambaran yang lebih akurat mengenai laba operasional saat ini tanpa dipengaruhi oleh fluktuasi harga dari persediaan lama.

Baca Juga: Ketahui Perbedaan FIFO dan LIFO Dalam Pengelolaan Persediaan

Cara Menghitung HPP dengan Metode LIFO (Contoh Kasus)

Perhitungan metode LIFO sebenarnya cukup logis jika Anda memegang teguh prinsip “keluar dari yang terakhir”. Mari kita lihat contoh kasus sederhana dari PT Maju Jaya selama bulan Juli.

Data Persediaan PT Maju Jaya:

Data dummy laporan keuangan
Pada tanggal 25 Juli, PT Maju Jaya berhasil menjual sebanyak 250 unit barang. Berapa HPP dan nilai persediaan akhirnya?

Langkah-langkah Perhitungan HPP:

Karena metode LIFO (Last-In, First-Out) digunakan, kita ambil dari pembelian terakhir terlebih dahulu.
Penjualan sebanyak 250 unit akan diambil dari pembelian tanggal 20 Juli dan 10 Juli.
Ambil seluruh pembelian tanggal 20 Juli: 100 unit @ Rp 12.000 = Rp 1.200.000
Kekurangan 150 unit (dari 250 – 100) diambil dari pembelian tanggal 10 Juli: 150 unit @ Rp 11.000 = Rp 1.650.000

Maka, total Harga Pokok Penjualan (HPP) adalah:
HPP=Rp1.200.000+Rp1.650.000=Rp 2.850.000

Perhitungan Persediaan Akhir:
Persediaan Awal (1 Juli): 200 unit @ Rp 10.000 (utuh)
Pembelian (10 Juli): Sisa 150 unit (dari 300 – 150) @ Rp 11.000
Pembelian (20 Juli): Habis terjual

Nilai Persediaan Akhir adalah:
(200×Rp10.000)+(150×Rp11.000)=Rp2.000.000+Rp1.650.000=Rp 3.650.000

Otomatiskan Perhitungan Kompleks dengan Software Konsolidasi

 

Bayangkan jika Anda harus melakukan perhitungan di atas untuk ribuan transaksi di beberapa anak perusahaan sekaligus. Menghitung secara manual tidak hanya memakan waktu, tetapi juga sangat rentan terhadap kesalahan (human error) yang dapat berakibat fatal pada laporan keuangan.

Inilah saatnya beralih ke solusi cerdas. Dengan software konsolidasi yang memiliki fitur backdate, Anda dapat mengelola dan menyatukan data keuangan dari periode sebelumnya secara otomatis dan akurat. Tak perlu lagi pusing melacak data historis atau khawatir salah hitung.

Jangan biarkan perhitungan manual menghambat pertumbuhan bisnis Anda. Coba software konsolidasi kami sekarang dan rasakan kemudahan mengelola laporan keuangan secara akurat dan efisien, bahkan untuk data historis sekalipun!

Bagikan artikel ini ke

Scroll to Top