Akuntansi

Prive dalam Akuntansi Pengertian, Contoh, dan Cara Menghitung

Prive dalam Akuntansi: Pengertian, Contoh, dan Cara Menghitung

Bambootree – Dalam dunia akuntansi, terdapat istilah yang disebut prive. Istilah ini merujuk pada transaksi keuangan yang dilakukan oleh pemilik usaha untuk kepentingan pribadi, bukan untuk kepentingan bisnis. Mari kita bahas lebih lanjut mengenai pengertian, contoh, pengelolaan dan cara menghitung prive dalam akuntansi! Apa Itu Prive dalam Akuntansi? Dalam konteks akuntansi, prive adalah penarikan atau penggunaan aset perusahaan oleh pemilik untuk kepentingan pribadi. Contoh-contoh transaksi yang termasuk dalam kategori prive antara lain: Penarikan uang tunai dari rekening usaha untuk pengeluaran pribadi. Pembelian barang atau layanan pribadi dengan menggunakan dana perusahaan. Penggunaan aset perusahaan seperti kendaraan untuk keperluan pribadi. Pencatatan Prive dalam Akuntansi Penggunaan prive dalam akuntansi dapat dicatat dalam dua cara: Penarikan Kas oleh Pemilik: Ketika pemilik usaha menarik uang dari rekening usaha untuk pengeluaran pribadi, transaksi ini dicatat sebagai prive. Biasanya, ini dicatat sebagai pengurangan dari ekuitas di neraca atau sebagai pengeluaran di laporan laba rugi. Penggunaan Aset Usaha untuk Kepentingan Pribadi: Jika pemilik menggunakan aset perusahaan seperti kendaraan untuk keperluan pribadi, nilai yang digunakan akan dicatat sebagai pengurangan dari ekuitas. Cara Menghitung Prive Bagaimana cara menghitung prive? Rumus untuk menghitung prive adalah: Prive = Modal Akhir – (Modal Awal + Laba) Sebagai contoh: PT Juragan Sentosa memiliki modal awal Rp 350.000.000. Pemasukan laba bersih perusahaan sebesar Rp 50.000.000. Investor ingin menarik dana sehingga modal akhir menjadi Rp 100.000.000. Maka, perhitungan prive adalah: Prive = Rp 100.000.000 – (Rp 350.000.000 + Rp 50.000.000) Prive = Rp 100.000.000 – Rp 400.000.000 = -Rp 200.000.000. Hasil negatif ini menunjukkan bahwa dana sebesar Rp 200.000.000 telah ditarik untuk kepentingan pribadi. Tujuan Pencatatan Prive Mencatat prive secara tepat memiliki beberapa tujuan, yaitu: Ketepatan Laporan Keuangan Dengan mencatat penggunaan aset perusahaan untuk kepentingan pribadi, laporan keuangan akan lebih akurat dan tidak mencampuradukkan transaksi pribadi dan bisnis. Hal ini penting untuk menjaga transparansi dan akuntabilitas. Pemantauan Kinerja Bisnis yang Akurat Pencatatan prive memungkinkan pemilik dan manajemen memantau kinerja bisnis secara lebih akurat. Tanpa pencatatan ini, keuntungan perusahaan dapat terlihat lebih tinggi dari yang sebenarnya. Penghindaran Masalah Hukum dan Pajak Di banyak yurisdiksi, penggunaan aset perusahaan untuk kepentingan pribadi tanpa pencatatan yang tepat dapat menimbulkan masalah hukum dan pajak. Dengan mencatat prive secara benar, perusahaan dapat menghindari masalah tersebut. Memonitor Pengeluaran Pribadi Pemilik Pencatatan prive membantu pemilik memisahkan pengeluaran pribadi dari keuangan bisnis, memudahkan mereka untuk membuat anggaran pribadi dan mengelola keuangan pribadi lebih efektif. Memisahkan Keuangan Pribadi dan Bisnis Dengan mencatat prive, pemilik dapat memisahkan dengan jelas keuangan pribadi dan bisnis, memudahkan analisis dan perencanaan keuangan di kedua area. Konsekuensi Tidak Mencatat Prive Tidak mencatat prive dengan benar dapat menimbulkan beberapa konsekuensi negatif, antara lain: Ketidakakuratan Laporan Keuangan Tanpa pencatatan prive, laporan keuangan tidak mencerminkan keadaan sebenarnya, yang bisa menyebabkan kesalahan dalam analisis keuangan, perencanaan, dan pengambilan keputusan bisnis. Kesalahan Perpajakan Tidak mencatat prive dapat menyebabkan masalah perpajakan karena bisa dianggap sebagai pelanggaran pajak di beberapa yurisdiksi. Kesulitan Memisahkan Keuangan Pribadi dan Bisnis Tanpa pencatatan prive, akan sulit bagi pemilik untuk memisahkan keuangan pribadi dan bisnis, yang dapat mengganggu perencanaan keuangan. Kurangnya Akuntabilitas dan Transparansi Tidak mencatat prive dapat mengurangi akuntabilitas dan transparansi keuangan perusahaan, yang dapat menimbulkan kecurigaan dari pihak luar seperti investor atau kreditor. Potensi Masalah Hukum Penggunaan aset perusahaan untuk kepentingan pribadi tanpa pencatatan yang tepat dapat dianggap sebagai tindakan ilegal. Kesulitan Manajemen Keuangan Pribadi Tanpa pencatatan prive, pemilik tidak dapat melacak pengeluaran pribadi mereka secara efektif, yang dapat menyebabkan pengelolaan keuangan pribadi yang tidak efisien. Menurut UU PPh pasal 4 ayat 3, prive tidak termasuk dalam objek pajak PPh. Namun, tetap harus dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi sebagai penghasilan yang bukan objek pajak.

Prive dalam Akuntansi: Pengertian, Contoh, dan Cara Menghitung Read More »

rekonsiliasi bank

Pengertian Rekonsiliasi Bank dalam Akuntansi

Pengertian Rekonsiliasi Bank Rekonsiliasi bank adalah Pencocokan pencatatan antara transaksi yang dibuat oleh perusahaan tertentu baik menggunakan software maupun manul dengan rekening Koran/bank statement yang diterbitkan oleh bank. Kegunaan dari proses rekonsiliasi itu sendiri adalah untuk mengantisipasi dan meminimalisir kesalahan entri data yang dilakukan oleh user di perusahaan, karena terjadinya perbedaan waktu pengakuan transaksi bank dengan perusahaan seperti Outstanding Check, dll. Rekonsiliasi bank biasanya dilakukan setiap akhir bulan, sekaligus memastikan bahwa data yang dibuat selama satu bulan sudah sesuai dan valid menurut perusahaan dan bank. Namun pada kenyataannya data yang dicatat oleh perusahaan dan bank seringkali berbeda setiap bulannya, hal ini terjadi karena bebarapa transaksi yang memang tidak bisa diperkirakan oleh perusahaan dan menunggu terbitnya bank statement/rekening Koran dari bank seperti Interest Income/bunga bank atas saldo rekening perusahaan yang tersimpan di bank dan umumnya sering disebut jasa giro. Selain jasa giro, faktor lain yang bisa menyebabkan perbedaan pencatatan transaksi perusahaan dan bank adalah, Bank Service Charge atau biaya administrasi bank atas jasa bank setiap bulannya yang dibebankan ke perusahaan. Deposit In Transit (DIT) atau cek yang telah diterima oleh perusahaan namun belum didepositokan atau belum dicatat oleh bank karena Deposit In Transit (DIT) dilakukan pada akhir bulan  saat bank sedang cut off pembukuan. Nor Sufficiet Fund (NSF) atau cek telah dikeluarkan oleh perusahaan tapi tidak diakui oleh pihak bank. Proses rekonsiliasi bank sebenarnya juga berfungsi untuk mengontrol terjadinya kecurangan yang dilakukan oleh user pencatat transaksi, sehingga dapat diantisipasi sejak dini, dan membuat user pencatat transaksi lebih teliti, jujur, dan hati-hati saat mejalankan pekerjaannya. Karena tidak dipungkiri dengan semakin banyaknya aktivitas keuangan dalam suatu perusahaan, celah-celah yang rentan di manipulasi pun semakin lebar.  Baca Juga : Metode Perhitungan Stok Barang dalam Akuntansi Kesimpulan Rekonsiliasi bank adalah proses pencocokan antara catatan transaksi keuangan yang ada di buku besar perusahaan dengan catatan transaksi yang tercatat di laporan bank. Tujuan dari rekonsiliasi bank adalah untuk memastikan bahwa kedua catatan tersebut sesuai dan akurat. Dengan melakukan rekonsiliasi bank, perusahaan dapat mengidentifikasi perbedaan antara catatan perusahaan dan bank, seperti cek yang belum dicairkan, biaya bank yang belum tercatat, atau kesalahan pencatatan. Proses ini penting untuk menjaga integritas keuangan perusahaan dan memastikan bahwa laporan keuangan mencerminkan kondisi keuangan yang sebenarnya. Biasanya dilakukan secara rutin, misalnya setiap akhir bulan, untuk memastikan bahwa semua transaksi telah dicatat dengan benar.

Pengertian Rekonsiliasi Bank dalam Akuntansi Read More »

metode perhitungan stok barang

Metode Perhitungan Stok Barang dalam Akuntansi

Setiap perusahaan perdagangan akan memiliki aset berupa persediaan yang dibeli lalu dijual kembali. Persediaan tersebut tentunya harus dihitung secara berkala baik kuantitas dan nilainya, dengan tujuan agar mengetahui ketersediaan stok dan menentukan kapan untuk dipesan ulang ke pemasok, yang tidak kalah penting lagi adalah perhitungan harga pokok penjualan (HPP) dari barang-barang tersebut. Dalam akuntansi perhitungan nilai biaya persediaan terdiri dari 3 metode pencatatan yaitu : Baca Juga : Mengetahui dan Mempelajari Arus Kas Dalam Accurate Online Metode Perhitungan Stok Barang   FIFO (First In First Out) Pada metode ini pencatatan nilai biaya persediaan adalah barang yang pertama masuk di pembelian maka pertama keluar di penjualan. Sedangkan barang yang terakhir masuk di pembelian maka terakhir keluar di penjualan. Misal pembelian pertama barang A @ Rp. 10.000 kemudian pembelian kedua barang A @ Rp. 15.000, maka pada saat penjualan barang A nilai biaya persediaan sebagai HPP penjualan yang dicatat yaitu @ Rp. 10.000. Metode FIFO sangat tepat jika ingin meminimalisir terjadinya kerusakan barang karena kadaluarsa. LIFO (Last In First Out) Pada metode ini pencatatan nilai biaya perediaan adalah barang yang terakhir masuk di pembelian maka pertama keluar di penjualan. Metode LIFO sangat cocok bagi perusahaan yang ingin mengindari pembayaran pajak yang cukup besar meski nilai penjualan cenderung meningkat karena pendapatan yang diperoleh dikurangi dari nilai biaya persediaan atau HPP pembelian barang terakhir. Misal pembelian pertama barang A @ Rp. 10.000 kemudian pembelian kedua barang A @ Rp. 15.000, maka saat penjualan barang A nilai biaya persediaan / Harga Pokok Penjualan (HPP) yang dicatat adalah @ Rp. 15.000. Baca Juga : Tips Pembukuan Sederhana Bagi Bisnis Kecil dan UMKM AVERAGE (Rata-rata) Pada metode ini pencatatan nilai biaya persediaan adalah dihitung secara rata-rata tertimbang dari pembelian pertama sampai pembelian terakhir. Misalkan pembelian pertama barang A @ Rp. 10.000 kemudian pembelian kedua barang A @ Rp. 15.000, maka saat penjualan barang A nilai biaya persediaan / Harga Pokok Penjualan (HPP) yang dicatat adalah @ 12.500. Semoga artikel ini dapat membantu teman – teman semua dalam mengetahui metode perhitungan stok barang.  

Metode Perhitungan Stok Barang dalam Akuntansi Read More »

klasifikasi lapangan wajib usaha

Definisi KLU Pajak : Pengertian dan Penjelasan Singkatnya

Mungkin bagi sebagian pembaca disini sudah ada yang memahami tentang Klasifikasi Lapangan Usaha pajak. Namun dalam artikel kali kita akan coba membahas kembali tentang klasifikasi lapangan usaha pajak. Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) pajak dibuat untuk mengelompokkan jenis-jenis kegiatan ekonomi dari data wajib pajak. Di Indonesia seluruh kegiatan ekonomi diklasifikasikan menjadi 21 golongan sesuai Keputusan Direktur Jendral Pajak KEP-321/PJ/2012 tentang Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) Wajib Pajak. Untuk pengkodean KLU Pajak tediri dari 5 digit dimana 1 digit berupa huruf alphabet, setiap huruf mewakili tiap-tiap jenis kegiatan ekonomi dari wajib pajak. Berikut ini keterangan dari masing-masing huruf alphabet berdasarkan kategorinya : Kategori A : Jenis usaha pertanian, kehutanan Kategori B : Jenis usaha pertambangan dan penggalian Kategori C : Jenis usaha industry pengolahan Kategori D : Jenis usaha pengadaan listrik, gas, uap/air panas dan udara dingin Kategori E : Jenis uasaha pengadaan air, pengelolaan sampah dan daur ulang, pembuangan dan pembersihan limbah dan sampah Kategori F : Jenis usaha konstruksi Kategori H : Jenis usaha transportasi dan pergudangan Kategori I : Jenis usaha penyediaan akomodasi dan penyediaan makan/minum Kategori J : Jenis usaha informasi dan komunikasi Kategori K : Jenis usaha jasa keuangan dan asuransi Kategori L : Jenis uasah real estate Kategori M : Jenis usaha jasa profesional, ilmiah, dan teknis Kategori N : Jenis usaha jasa persewaan, ketenagakerjaan, agen perjalanan, dan penunjang usaha lainnya. Kategori O : Jenis usaha administrasi pemerintahan, dan jaminan sosial wajib Kategori P : Jenis usaha jasa pendidikan Kategori Q : Jenis usaha jasa kesehatan dan kegiatan sosial Kategori R : Jenis usaha kebudayaan, hiburan, dan rekreasi Kategori S : Jenis usaha jasa lainnya Kategori T : Jenis usaha jasa perorangan yang melayani rumah tangga, kegiatan yang menghasilkan barang dan jasa. Kategori U : Jenis usaha kegiatan badan internasional dan badan ekstra internasional lainnya. Baca Juga : Pajak Penghasilan Pasal 21 : Pengertian dan Penjelasannya Demikian artikel penjelasan kali ini, semoga dapat membantu dan menjadi insights bagi teman – teman semua. Pembaca dapat membaca artikel lainnya untuk jika dirasa artikel ini dapat membantu teman – teman semua.

Definisi KLU Pajak : Pengertian dan Penjelasan Singkatnya Read More »

tips pembukuan sederhana

Tips Pembukuan Sederhana Bagi Bisnis Kecil dan UMKM

Bisnis adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh perorangan maupun organisasi yang melibatkan aktivitas produksi, penjualan, pembelian, maupun pertukaran barang / jasa, dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan atau laba. Namun seringkali pemilik bisnis hanya berfokus pada bagaimana cara agar barang / jasa mereka terjual dan dikenal banyak orang, dan mengabaikan pembukuan pada bisnis mereka. Apalagi, tidak semua pelaku bisnis memiliki latar belakang di bidang akuntansi. Sementara pembukuan merupakan salah satu unsur penting yang dapat menjadi acuan pelaku bisnis untuk kemajuan bisnis yang sedang dijalani.  Dengan tidak membuat dan melupakan pembukuan, pelaku bisnis sama saja dengan menaruh resiko besar seperti : kecurangan dalam keuangan, tidak bisa membuat keputusan dengan tepat karena tidak ada acuan pembukuan, kontrol stok yang tidak baik, hingga kesulitan mendapatkan investor di kemudian hari. Jadi, untuk mengurangi resiko tersebut mulailah membuat pembukuan sederhana untuk bisnis Anda. Untuk mulai membuat pembukuan sederhana bisnis Anda, Anda dapat mengikuti beberapa tips berikut. Tips Pembukuan Sederhana Pencatatan untuk setiap Pengeluaran yang dilakukan oleh Bisnis Anda Ketika Anda mendirikan sebuah bisnis, maka Anda harus memiliki catatan tentang berapa pengeluaran yang sudah dikeluarkan untuk membangun bisins tersebut. Cobalah untuk selalu mencatat setiap modal yang dikeluarkan, sehingga Anda dapat mengetahui secara jelas berapa modal yang sudah dikeluarkan, dan menentukan target kapan modal tersebut harus kembali. Catatan ini dapat dimulai dengan transaksi pengeluaran untuk membeli barang sekecil isi staples hingga barang besar yang ada di gudang untuk stok penjualan. Pencatatan untuk setiap Pemasukan yang dilakukan oleh Bisnis Anda Jika Anda sudah mencatat transaksi pengeluaran, maka Anda juga harus mencatat transaksi pemasukan. Cobalah untuk membuat catatan atas pemasukan setiap harinya, sehingga Anda dapat mengetahui jumlah keuntungan yang dihasilkan dalam satu hari. Dengan adanya catatan transaksi untuk pengeluaran dan pemasukan tersebut, maka Anda sudah mempermudah untuk pekerjaan di akhir bulan karena telah mendapatkan acuan dalam pembuatan pembukuan bulanan untuk usaha Anda. Pencatatan untuk Estimasi Arus Kas pada Bisnis Anda Untuk mengetahui rencana kapan uang masuk dan seberapa besar, mengetahui estimasi biaya keluar, dapat mengetahui kekurangan dan kelebihan dari uang kas dalam pengelolaan uang bisnis, Anda bisa melakukan estimasi arus kas. Jika estimasi arus kas kurang, Anda bisa mengantisipasi bagaimana caranya untuk menaikkan penjualan ataupun menurunkan biaya pengeluran. Untuk pencatatan arus kas dan pelaporannya harus dilakukan dengan seksama dan teliti. Pencatatan untuk Stok Barang yang dimiliki Bisnis Anda Untuk barang keluar dan barang masuk juga harus dicatat, agar Anda bisa mengawasi operasional sehari-hari. Anda bisa mengetahui berapa barang masuk dan barang keluar setiap harinya. Kontrol stok ini dilakukan agar tidak terjadi kecurangan yang mungkin dilakukan oleh pemasok maupun pegawai Anda. Pencatatan Aset yang dimiliki oleh Bisnis Anda Dengan mencatat aset yang anda miliki, Anda bisa menjaga setiap aset yang dimiliki agar tetap terkontrol. Cobalah mencatat setiap barang yang telah dibeli dalam catatan ini setelah Anda mencatatnya pada buku pengeluaran. Secara berkala, bandingkan antara aset Anda di buku catatan aset dengan buku pengeluaran. Sehingga anda dapat mengetahui dengan pasti jumlah peralatan yang dimiliki. Baca Juga : Alasan Kenapa Harus Memilih Akuntansi Untuk Perusahaan Pencatatan Buku Laba Rugi Untuk Bisnis Anda Buku laba rugi merupakan pembukuan sederhana pada suatu periode akuntansi yang didalamnya terdiri dari unsur-unsur seperti pendapatan dan beban perusahaan. Dari sini Anda bisa mengetahui laba atau rugi bersih yang dihasilkan oleh bisnis yang sedang dijalankan. Namun yang perlu diperhatikan adalah buatlah laba rugi tetap sederhana dan mudah dipahami, agar orang lain tidak perlu bekerja ekstra untuk dapat membaca pembukuan yang telah anda buat. Jika Anda adalah pelaku bisnis yang tidak memiliki latar belakang di bidang akuntansi, silahkan terapkan tips untuk membuat pembukuan sederhana seperti yang dijabarkan diatas dan yang terpenting adalah Anda membuat pembukuan yang mudah dibaca dan dipahami untuk kemajuan bisnis Anda.

Tips Pembukuan Sederhana Bagi Bisnis Kecil dan UMKM Read More »

pajak penghasilan pasal 21

Pajak Penghasilan Pasal 21 : Pengertian dan Penjelasannya

Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh Pasal 21) adalah pajak penghasilan atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan.  Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21 Pemberi Kerja, yang terdiri dari Orang Pribadi dan Badan; Bendaharawan atau Pemegang Kas Pemerintah baik Pusat maupun Daerah; Dana Pensiun, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja, dan Badan-Badan Lain yang Membayar Uang Pensiun dan Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua; Orang Pribadi yang Melakukan Kegiatan Usaha atau Pekerjaan Bebas serta Badan yang Membayar : honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa dan/atau kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadai dengan status Subjek Pajak dalam negeri, termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan atas namanya sendiri, bukan untuk dan atas nama persekutuannya; honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan kegiatan dan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak luar negeri; honorarium atau imbalan lain kepada peserta pendidikan, pelatihan, dan magang; Penyelenggara Kegiatan, termasuk Badan Pemerintah, Organisasi yang Bersifat Nasional dan Internasional, Perkumpulan, Orang Pribadi serta Lembaga Lainnya yang Menyelenggarakan Kegiatan, yang Membayar Honorarium, Hadiah, atau Penghargaan dalam Bentuk Apapun kepada Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri Berkenaan dengan Suatu Kegiatan. Subjek PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 adalah orang pribadi yang merupakan: pegawai; penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya; bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan, antara lain meliputi : tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris; pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya; olahragawan penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator; pengarang, peneliti, dan penerjemah; pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan; agen iklan; pengawas atau pengelola proyek; pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara; petugas penjaja barang dagangan; petugas dinas luar asuransi; distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya; peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara lain meliputi : peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olahraga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya; peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja; peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan tertentu; peserta pendidikan, pelatihan, dan magang; peserta kegiatan lainnya. Anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai Pegawai Tetap pada perusahaan yang sama Mantan pegawai   Bukan Subjek PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 Tidak termasuk dalam pengertian Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 adalah: Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari Negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat: bukan warga negara Indonesia, dan; di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik; Pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan sepanjang bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia Objek PPh Pasal 21 Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh pasal 26 adalah: penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur; penghasilan yang diterima atau diperoleh Penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya; penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua, dan pembayaran lain sejenis penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan; imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan; imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun. penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh: Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final; atau Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit). Baca Juga : Perbedaan PPh21 dan PPh23 dalam Perpajakan Bukan Objek PPh Pasal 21 Tidak Termasuk Penghasilan Yang Dipotong PPh Pasal 21 Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa; Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapun diberikan oleh Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali kecuali penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ./2009; Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, iuran tunjangan hari tua atau iuran jaminan hari tua kepada badan penyelenggara tunjangan hari tua atau badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi kerja; Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah, atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak yang bersangkutan; Beasiswa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf l Undang-Undang Pajak Penghasilan. Tarif Pemotongan PPh Pasal 21 Tarif yang dipakai adalah tarif Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan, yaitu: Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak Sampai dengan Rp 50.000.000,00 5% Di atas Rp 50.000.000,00 s.d. Rp 250.000.000,00 15%

Pajak Penghasilan Pasal 21 : Pengertian dan Penjelasannya Read More »

Scroll to Top