Belajar dari bangkrutnya sariwangi – Pada selasa, 16 Oktober 2018. PT Sariwangi AEA selaku pelopor teh celup Indonesia dengan merk Sari Wangi ini telah dinyatakan bangkrut oleh pengadilan niaga Jakarta Pusat. Perusahaan yang didirikan oleh Johan Alexander Supit pada tahun 1962 ini terlilit hutang hingga lebih dari satu triliyun rupiah. Lantas, apakah kita tidak bisa lagi menikmati teh celup Sari Wangi? 

Ternyata tidak, teh celup Sari Wangi akan masih tetap beredar di pasaran dan tentunya kita masih bisa menikmatinya. Hal ini dikarenakan pada tahun 1989, brand Sari Wangi sudah dibeli oleh Unilever. Sekali lagi, yang dibeli adalah brand Sari Wangi bukan PT Sari Wangi AEA.

Dengan kata lain, PT Sari Wangi AEA tetap memproduksi dan mensuplai teh Sari Wangi ke Unilever, namun brand Sari Wanginya sudah menjadi milik Unilever. 

19 tahun kemudian, tepatnya awal tahun 2018, Unilever memutuskan kontrak dengan PT Sari Wangi AEA sebagai penyuplai utama teh Sari Wangi. Dan pada bulan Oktober, PT Sari Wangi dinyatakan pailit. Menariknya, teh Sari Wangi akan tetap ada dipasaran karena pemilik brandnya yaitu Unilever. Bangkrut perusahaan yang melahirkannya bukan berarti produknya mati. 

Banyak pelajaran berharga yang bisa kita ambil dari kasus tersebut. Pertama, mengenai Brand. Brand merupakan hal yang sangat penting dan bernilai tinggi. Bahkan nilainya jauh lebih tinggi dibandingkan asset fisik lainnya. Orang-orang cerdas pasti akan fokus membangun brandnya dan intangible asset lainnya. Karena nilainya tentu akan lebih tinggi dibandingkan asset fisik lainnya. Dalam ilmu pengembangan diri, brand itu sama dengan reputasi. Jika reputasi sudah buruk, maka akan sulit mengangkatnya kembali. Sebaliknya jika reputasinya sudah terkenal baik, maka ke depannya akan mudah dan nilainya pasti terus naik. Maka dari itu, fokuslah membangun brand dan menjaga nama baiknya. 

Kedua, kurangi nafsu untuk berhutang. Berhutang bukan berarti dilarang, boleh asalkan sudah ada perhitungan. Yang perlu dihindari adalah berhutang karena terlalu nafsu. PT Sariwangi AEA pada tahun 2015 memutuskan untuk meminjam uang kepada 5 bank yaitu HSBC, ICBC, Rabobank, Panin dan Commonwealth. Tapi ternyata proyek yang ingin mereka kembangkan dengan dana pinjaman itu hasilnya tidak seperti yang diharapkan. Akhirnya, perusahaan yang sudah berdiri setengah abad lebih tidak sanggup lagi membayar dan dinyatakan gulung tikar. Sekali lagi ingat, jangan demi gengsi dan gaya hidup Anda rela berhutang kesana-kemari. Apalagi bagi umat islam, hindarilah Riba, karena dapat menimbulkan malapetaka. 

Ketiga, pentingnya sebuah management system yang baik. Salah satu sebab kebangkrutan biasanya adalah buruknya sistem manajemen sebuah perusahaan. Banyak kasus yang terjadi di mana secara produksi dan penjualan jalan terus, tetapi laba dan kas yang masuk tidak ketahuan. Cashflow gak jalan, yang pada akhirnya uang tak tahu lari ke mana. Melakukan pinjaman tanpa penghitungan yang tepat juga bagian dari kesalahan manajemen yang kurang teliti. Itulah mengapa pentingnya sebuah sistem manajemen yang baik, terlebih lagi jika perusahaan tersebut sudah scale up. 

Baca Juga : Definisi KLU Pajak : Pengertian dan Penjelasan Singkatnya

Dari kasus Belajar dari bangkrutnya Sari Wangi kita dapat belajar banyak. Yang pertama pentingnya sebuah brand dan reputasi, baik itu secara badan maupun pribadi. Kedua, kurangilah berhutang dan sebisa mungkin bagi yang muslim hindarilah riba. Dan yang ketiga, buatlah sistem manajemen yang rapi. Terlebih lagi bagi perusahaan yang sudah scale up. Dan satu lagi, teruslah berinovasi. Karena berhenti berinovasi dan berpuas diri, akan membuat kita terjatuh dan mati.  

Informasi lainnya dari Rimbahouse.

Bagikan artikel ini ke

Scroll to Top