Akuntansi

metode perhitungan persediaan barang

Metode Perhitungan Persediaan Barang Dagang Pada Akuntansi

Persediaan merupakan pos aktiva yang meliputi barang-barang yang dimiliki perusahaan dengan tujuan untuk dijual kembali atau dikonsumsi dalam operasi normal suatu perusahaan. Sistem pencatatan akuntansi persediaan dibagi menjadi dua yakni sistem perpetual dan sistem periodik, dimana untuk penentuan atas kedua sistem pencatatan tersebut bergantung pada kebijakan yang diambil oleh perusahaan. Di dalam melaksanakan sistem persediaan barang, baik menggunakan sitem perpetual maupun periodik dapat dilakukan dengan berbagai metode perhitungan persediaan barang. Nah, apa saja metode perhitungan persediaan barang tersebut? Berikut merupakan ulasan mengenai metode perhitungan untuk persediaan barang pada akuntansi : 3 Metode Penghitungan Persediaan Barang Dagang   Metode FIFO (First In First Out) Metode FIFO merupakan metode yang paling umum digunakan dalam penghitungan metode persediaan. Dari namanya first in first out (Pertama Masuk, Pertama Keluar) bisa diartikan bahwa pada metode ini unit persediaan yang pertama kali masuk gudang perusahaan maka itu yang terlebih dahulu dikeluarkan. Oleh karena penerapan metode ini maka saldo akhir menunjukkan barang yang dibeli terakhir sebab barang yang dibeli lebih awal akan dikeluarkan lebih awal juga. Tujuan dari metode FIFO ini adalah agar masing-masing produk tidak tertimbun terlalu lama dan menghindari kadaluarsa produk. Contoh penerapan metode ini yaitu pada produk-produk makanan olahan di supermarket.  Metode LIFO (Last in First Out) Metode LIFO (Masuk Terakhir, Keluar Pertama) adalah metode perhitungan persediaan dimana persediaan yang terakhir dibeli akan dijual terlebih dahulu dan persediaan yang pertama kali dibeli akan dikeluarkan dikemudian hari. Jadi, biasanya persediaan akhir barang dagangan akan dinilai dengan nilai perolehan persediaan yang pertama atau awal masuk. Metode ini digunakan untuk memudahkan proses penataan, baik untuk memasukkan maupun mengambil barang. Namun, ini merupakan metode yang lebih rumit sehingga biaya pembukuan menjadi lebih mahal. Contoh penerapannya dalam perusahaan dagang yakni dalam bidang pakaian, teknologi, elektronik, dan toko buku. Baca Juga : Barang Konsinyasi adalah: Pengertian, Contoh dan Manfaat Metode Rata-rata (Average Cost) Metode Average Cost (Rata-rata Tertimbang) merupakan metode dimana barang yang dikeluarkan dicatat berdasarkan pada harga rata-ratanya. Dalam penerapan metode ini berarti perusahaan akan menggunakan persediaan barang yang ada digudang untuk dijual tanpa memperhatikan barang mana yang masuk lebih awal atau akhir. Jadi persediaan akhir barang dagangan akan dinilai dengan nilai perolehan persediaan rata-rata yang masuk. Metode ini merupakan titik tengah atau perpaduan dari metode FIFO dan LIFO. Jadi kelebihan dan kekurangan metode ini berada diantara metode FIFO dan LIFO. Demikian artikel ini kali ini untuk Mengenal Metode Perhitungan Persediaan Barang Dagang Pada Akuntansi. Semoga bermanfaat, sampai jumpa di artikel selanjutnya. Terimakasih.

Metode Perhitungan Persediaan Barang Dagang Pada Akuntansi Read More »

memahami aktiva tetap

Memahami Aktiva Tetap dan Penyusutan Aktiva Tetap di Accurate

Memahami aktiva tetap, Setelah kita memahami konsep dasar akuntansi, memahami laporan neraca dan laba rugi serta mampu membuat akun-akun neraca dan laba rugi, dan bisa menjurnal. Maka sebenarnya sudah bisa menyusun laporan keuangan. Kali ini, kita akan mengulas bersama mengenai aktiva tetap dan penyusutannya. Dimana penyusutan aktiva tetap ini mempengaruhi laporan keuangan baik neraca maupun laba rugi. Apa sebenernya aktiva tetap itu ? Mengapa ada penyusutan aktiva tetap ? Serta bagaimana pengaruhnya terhadap laporan keuangan ? Aktiva Tetap Pada dasarnya aktiva itu terbagi menjadi aktiva lancar dan tidak lancar. Aktiva lancar merupakan aktiva yang bisa dirubah dalam tempo kurang dari 1 periode atau 1 tahun. Sedangkan aktiva tidak lancar sendiri umumnya tidak berubah dalam tempo 1 periode atau 1 tahun. Pada aktiva tidak lancar, umumnya terbagi menjadi 2, yakni aktiva tetap dan aktiva lainnya (tidak termasuk aktiva tetap). Aktiva tetap merupakan aktiva yang memiliki karakteristik : Memiliki umur ekonomis (bisa dimanfaatkan) lebih dari 1 tahun Didapatkan untuk digunakan meningkatkan penjualan dan menunjang operasional perusahaan, bukan untuk dijual belikan Bisa berwujud maupun tidak berwujud Umumnya bisa mengalami penurunan nilai ekonomis (manfaat) Contoh aktiva tetap seperti : Peralatan produksi Kendaraan operasional Tanah dan bangunan kantor atau gudang Inventaris kantor Penyusutan Aktiva Tetap Dikarenakan aktiva tetap itu pada umumnya bisa mengalami penurunan nilai ekonomis (manfaat), maka harus diakui bahwa terjadi beban akibat penurunan nilai ekonomis tersebut, yang disebut sebagai Penyusutan. Penyusutan tersebut akan terjadi secara berkala sepanjang umur ekonomis atas aktiva tetap tersebut. Sebagai contoh adalah kendaraan operasional. Dimana kendaraan tersebut digunakan untuk menunjang kegiatan operasional perusahaan. Selama perjalanannya menunjang kegiatan operasional perusahaan, maka kendaraan tersebut mulai mengalami penurunan manfaat, seperti karena mengalami keausan, kerusakan, keusangan, penurunan kinerja, maupun pembatas hukum atas penggunaannya. Sehingga, kuncinya adalah penurunan nilai ekonomis sama dengan penyusutan. Lah, yang perlu diketahui adalah bahwa tidak semua aktiva tetap itu bisa mengalami penyusutan, selama memiliki nilai ekonomis (manfaat) yang tidak terbatas, seperti tanah yang selalu memiliki nilai ekonomis. Bagaimana dengan bangunannya ? Apakah juga tidak menyusut seperti tanah ? Sedangkan pada umumnya saat beli bangunan sudah beserta tanahnya. Dalam kasus ini, perlu diidentifikasi terlebih dahulu, apakah bangunan mengalami penurunan nilai ekonomis (manfaat) sepanjang penggunaannya ? Jika iya, maka bangunan tersebut mengalami penyusutan. Oleh karenanya nilai bangunan tersebut harus dipisahkan dengan tanahnya. Baca Juga : Prive dalam Akuntansi: Pengertian, Contoh, dan Cara Menghitung Pengaruh Penyusutan Aktiva Tetap terhadap Laporan Keuangan Memahami aktiva tetap bahwa penyusutan aktiva tetap merupakan beban, maka tentu berpengaruh terhadap laporan keuangan, diantarnya : akan berpengaruh terhadap laba rugi dalam setiap periodenya. Semakin besar penyusutan aktiva perusahaan, maka beban yang ditanggung perusahaan tersebut semakin besar pula dan laba yang didapatkan akan lebih kecil. akan berpengaruh terhadap nilai total aktiva perusahaan di dalam neraca. selain itu, berpengaruh pula terhadap arus kas perusahaan. Dimana beban penyusutan suatu aktiva tetap memperbesar kas atas operasional atau dengan kata lain, beban penyusutan merupakan beban yang terjadi tanpa mengeluarkan kas pada saat terjadinya.

Memahami Aktiva Tetap dan Penyusutan Aktiva Tetap di Accurate Read More »

Prive dalam Akuntansi Pengertian, Contoh, dan Cara Menghitung

Prive dalam Akuntansi: Pengertian, Contoh, dan Cara Menghitung

Bambootree – Dalam dunia akuntansi, terdapat istilah yang disebut prive. Istilah ini merujuk pada transaksi keuangan yang dilakukan oleh pemilik usaha untuk kepentingan pribadi, bukan untuk kepentingan bisnis. Mari kita bahas lebih lanjut mengenai pengertian, contoh, pengelolaan dan cara menghitung prive dalam akuntansi! Apa Itu Prive dalam Akuntansi? Dalam konteks akuntansi, prive adalah penarikan atau penggunaan aset perusahaan oleh pemilik untuk kepentingan pribadi. Contoh-contoh transaksi yang termasuk dalam kategori prive antara lain: Penarikan uang tunai dari rekening usaha untuk pengeluaran pribadi. Pembelian barang atau layanan pribadi dengan menggunakan dana perusahaan. Penggunaan aset perusahaan seperti kendaraan untuk keperluan pribadi. Pencatatan Prive dalam Akuntansi Penggunaan prive dalam akuntansi dapat dicatat dalam dua cara: Penarikan Kas oleh Pemilik: Ketika pemilik usaha menarik uang dari rekening usaha untuk pengeluaran pribadi, transaksi ini dicatat sebagai prive. Biasanya, ini dicatat sebagai pengurangan dari ekuitas di neraca atau sebagai pengeluaran di laporan laba rugi. Penggunaan Aset Usaha untuk Kepentingan Pribadi: Jika pemilik menggunakan aset perusahaan seperti kendaraan untuk keperluan pribadi, nilai yang digunakan akan dicatat sebagai pengurangan dari ekuitas. Cara Menghitung Prive Bagaimana cara menghitung prive? Rumus untuk menghitung prive adalah: Prive = Modal Akhir – (Modal Awal + Laba) Sebagai contoh: PT Juragan Sentosa memiliki modal awal Rp 350.000.000. Pemasukan laba bersih perusahaan sebesar Rp 50.000.000. Investor ingin menarik dana sehingga modal akhir menjadi Rp 100.000.000. Maka, perhitungan prive adalah: Prive = Rp 100.000.000 – (Rp 350.000.000 + Rp 50.000.000) Prive = Rp 100.000.000 – Rp 400.000.000 = -Rp 200.000.000. Hasil negatif ini menunjukkan bahwa dana sebesar Rp 200.000.000 telah ditarik untuk kepentingan pribadi. Tujuan Pencatatan Prive Mencatat prive secara tepat memiliki beberapa tujuan, yaitu: Ketepatan Laporan Keuangan Dengan mencatat penggunaan aset perusahaan untuk kepentingan pribadi, laporan keuangan akan lebih akurat dan tidak mencampuradukkan transaksi pribadi dan bisnis. Hal ini penting untuk menjaga transparansi dan akuntabilitas. Pemantauan Kinerja Bisnis yang Akurat Pencatatan prive memungkinkan pemilik dan manajemen memantau kinerja bisnis secara lebih akurat. Tanpa pencatatan ini, keuntungan perusahaan dapat terlihat lebih tinggi dari yang sebenarnya. Penghindaran Masalah Hukum dan Pajak Di banyak yurisdiksi, penggunaan aset perusahaan untuk kepentingan pribadi tanpa pencatatan yang tepat dapat menimbulkan masalah hukum dan pajak. Dengan mencatat prive secara benar, perusahaan dapat menghindari masalah tersebut. Memonitor Pengeluaran Pribadi Pemilik Pencatatan prive membantu pemilik memisahkan pengeluaran pribadi dari keuangan bisnis, memudahkan mereka untuk membuat anggaran pribadi dan mengelola keuangan pribadi lebih efektif. Memisahkan Keuangan Pribadi dan Bisnis Dengan mencatat prive, pemilik dapat memisahkan dengan jelas keuangan pribadi dan bisnis, memudahkan analisis dan perencanaan keuangan di kedua area. Konsekuensi Tidak Mencatat Prive Tidak mencatat prive dengan benar dapat menimbulkan beberapa konsekuensi negatif, antara lain: Ketidakakuratan Laporan Keuangan Tanpa pencatatan prive, laporan keuangan tidak mencerminkan keadaan sebenarnya, yang bisa menyebabkan kesalahan dalam analisis keuangan, perencanaan, dan pengambilan keputusan bisnis. Kesalahan Perpajakan Tidak mencatat prive dapat menyebabkan masalah perpajakan karena bisa dianggap sebagai pelanggaran pajak di beberapa yurisdiksi. Kesulitan Memisahkan Keuangan Pribadi dan Bisnis Tanpa pencatatan prive, akan sulit bagi pemilik untuk memisahkan keuangan pribadi dan bisnis, yang dapat mengganggu perencanaan keuangan. Kurangnya Akuntabilitas dan Transparansi Tidak mencatat prive dapat mengurangi akuntabilitas dan transparansi keuangan perusahaan, yang dapat menimbulkan kecurigaan dari pihak luar seperti investor atau kreditor. Potensi Masalah Hukum Penggunaan aset perusahaan untuk kepentingan pribadi tanpa pencatatan yang tepat dapat dianggap sebagai tindakan ilegal. Kesulitan Manajemen Keuangan Pribadi Tanpa pencatatan prive, pemilik tidak dapat melacak pengeluaran pribadi mereka secara efektif, yang dapat menyebabkan pengelolaan keuangan pribadi yang tidak efisien. Menurut UU PPh pasal 4 ayat 3, prive tidak termasuk dalam objek pajak PPh. Namun, tetap harus dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi sebagai penghasilan yang bukan objek pajak.

Prive dalam Akuntansi: Pengertian, Contoh, dan Cara Menghitung Read More »

rekonsiliasi bank

Pengertian Rekonsiliasi Bank dalam Akuntansi

Pengertian Rekonsiliasi Bank Rekonsiliasi bank adalah Pencocokan pencatatan antara transaksi yang dibuat oleh perusahaan tertentu baik menggunakan software maupun manul dengan rekening Koran/bank statement yang diterbitkan oleh bank. Kegunaan dari proses rekonsiliasi itu sendiri adalah untuk mengantisipasi dan meminimalisir kesalahan entri data yang dilakukan oleh user di perusahaan, karena terjadinya perbedaan waktu pengakuan transaksi bank dengan perusahaan seperti Outstanding Check, dll. Rekonsiliasi bank biasanya dilakukan setiap akhir bulan, sekaligus memastikan bahwa data yang dibuat selama satu bulan sudah sesuai dan valid menurut perusahaan dan bank. Namun pada kenyataannya data yang dicatat oleh perusahaan dan bank seringkali berbeda setiap bulannya, hal ini terjadi karena bebarapa transaksi yang memang tidak bisa diperkirakan oleh perusahaan dan menunggu terbitnya bank statement/rekening Koran dari bank seperti Interest Income/bunga bank atas saldo rekening perusahaan yang tersimpan di bank dan umumnya sering disebut jasa giro. Selain jasa giro, faktor lain yang bisa menyebabkan perbedaan pencatatan transaksi perusahaan dan bank adalah, Bank Service Charge atau biaya administrasi bank atas jasa bank setiap bulannya yang dibebankan ke perusahaan. Deposit In Transit (DIT) atau cek yang telah diterima oleh perusahaan namun belum didepositokan atau belum dicatat oleh bank karena Deposit In Transit (DIT) dilakukan pada akhir bulan  saat bank sedang cut off pembukuan. Nor Sufficiet Fund (NSF) atau cek telah dikeluarkan oleh perusahaan tapi tidak diakui oleh pihak bank. Proses rekonsiliasi bank sebenarnya juga berfungsi untuk mengontrol terjadinya kecurangan yang dilakukan oleh user pencatat transaksi, sehingga dapat diantisipasi sejak dini, dan membuat user pencatat transaksi lebih teliti, jujur, dan hati-hati saat mejalankan pekerjaannya. Karena tidak dipungkiri dengan semakin banyaknya aktivitas keuangan dalam suatu perusahaan, celah-celah yang rentan di manipulasi pun semakin lebar.  Baca Juga : Metode Perhitungan Stok Barang dalam Akuntansi Kesimpulan Rekonsiliasi bank adalah proses pencocokan antara catatan transaksi keuangan yang ada di buku besar perusahaan dengan catatan transaksi yang tercatat di laporan bank. Tujuan dari rekonsiliasi bank adalah untuk memastikan bahwa kedua catatan tersebut sesuai dan akurat. Dengan melakukan rekonsiliasi bank, perusahaan dapat mengidentifikasi perbedaan antara catatan perusahaan dan bank, seperti cek yang belum dicairkan, biaya bank yang belum tercatat, atau kesalahan pencatatan. Proses ini penting untuk menjaga integritas keuangan perusahaan dan memastikan bahwa laporan keuangan mencerminkan kondisi keuangan yang sebenarnya. Biasanya dilakukan secara rutin, misalnya setiap akhir bulan, untuk memastikan bahwa semua transaksi telah dicatat dengan benar.

Pengertian Rekonsiliasi Bank dalam Akuntansi Read More »

metode perhitungan stok barang

Metode Perhitungan Stok Barang dalam Akuntansi

Setiap perusahaan perdagangan akan memiliki aset berupa persediaan yang dibeli lalu dijual kembali. Persediaan tersebut tentunya harus dihitung secara berkala baik kuantitas dan nilainya, dengan tujuan agar mengetahui ketersediaan stok dan menentukan kapan untuk dipesan ulang ke pemasok, yang tidak kalah penting lagi adalah perhitungan harga pokok penjualan (HPP) dari barang-barang tersebut. Dalam akuntansi perhitungan nilai biaya persediaan terdiri dari 3 metode pencatatan yaitu : Baca Juga : Mengetahui dan Mempelajari Arus Kas Dalam Accurate Online Metode Perhitungan Stok Barang   FIFO (First In First Out) Pada metode ini pencatatan nilai biaya persediaan adalah barang yang pertama masuk di pembelian maka pertama keluar di penjualan. Sedangkan barang yang terakhir masuk di pembelian maka terakhir keluar di penjualan. Misal pembelian pertama barang A @ Rp. 10.000 kemudian pembelian kedua barang A @ Rp. 15.000, maka pada saat penjualan barang A nilai biaya persediaan sebagai HPP penjualan yang dicatat yaitu @ Rp. 10.000. Metode FIFO sangat tepat jika ingin meminimalisir terjadinya kerusakan barang karena kadaluarsa. LIFO (Last In First Out) Pada metode ini pencatatan nilai biaya perediaan adalah barang yang terakhir masuk di pembelian maka pertama keluar di penjualan. Metode LIFO sangat cocok bagi perusahaan yang ingin mengindari pembayaran pajak yang cukup besar meski nilai penjualan cenderung meningkat karena pendapatan yang diperoleh dikurangi dari nilai biaya persediaan atau HPP pembelian barang terakhir. Misal pembelian pertama barang A @ Rp. 10.000 kemudian pembelian kedua barang A @ Rp. 15.000, maka saat penjualan barang A nilai biaya persediaan / Harga Pokok Penjualan (HPP) yang dicatat adalah @ Rp. 15.000. Baca Juga : Tips Pembukuan Sederhana Bagi Bisnis Kecil dan UMKM AVERAGE (Rata-rata) Pada metode ini pencatatan nilai biaya persediaan adalah dihitung secara rata-rata tertimbang dari pembelian pertama sampai pembelian terakhir. Misalkan pembelian pertama barang A @ Rp. 10.000 kemudian pembelian kedua barang A @ Rp. 15.000, maka saat penjualan barang A nilai biaya persediaan / Harga Pokok Penjualan (HPP) yang dicatat adalah @ 12.500. Semoga artikel ini dapat membantu teman – teman semua dalam mengetahui metode perhitungan stok barang.  

Metode Perhitungan Stok Barang dalam Akuntansi Read More »

klasifikasi lapangan wajib usaha

Definisi KLU Pajak : Pengertian dan Penjelasan Singkatnya

Mungkin bagi sebagian pembaca disini sudah ada yang memahami tentang Klasifikasi Lapangan Usaha pajak. Namun dalam artikel kali kita akan coba membahas kembali tentang klasifikasi lapangan usaha pajak. Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) pajak dibuat untuk mengelompokkan jenis-jenis kegiatan ekonomi dari data wajib pajak. Di Indonesia seluruh kegiatan ekonomi diklasifikasikan menjadi 21 golongan sesuai Keputusan Direktur Jendral Pajak KEP-321/PJ/2012 tentang Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) Wajib Pajak. Untuk pengkodean KLU Pajak tediri dari 5 digit dimana 1 digit berupa huruf alphabet, setiap huruf mewakili tiap-tiap jenis kegiatan ekonomi dari wajib pajak. Berikut ini keterangan dari masing-masing huruf alphabet berdasarkan kategorinya : Kategori A : Jenis usaha pertanian, kehutanan Kategori B : Jenis usaha pertambangan dan penggalian Kategori C : Jenis usaha industry pengolahan Kategori D : Jenis usaha pengadaan listrik, gas, uap/air panas dan udara dingin Kategori E : Jenis uasaha pengadaan air, pengelolaan sampah dan daur ulang, pembuangan dan pembersihan limbah dan sampah Kategori F : Jenis usaha konstruksi Kategori H : Jenis usaha transportasi dan pergudangan Kategori I : Jenis usaha penyediaan akomodasi dan penyediaan makan/minum Kategori J : Jenis usaha informasi dan komunikasi Kategori K : Jenis usaha jasa keuangan dan asuransi Kategori L : Jenis uasah real estate Kategori M : Jenis usaha jasa profesional, ilmiah, dan teknis Kategori N : Jenis usaha jasa persewaan, ketenagakerjaan, agen perjalanan, dan penunjang usaha lainnya. Kategori O : Jenis usaha administrasi pemerintahan, dan jaminan sosial wajib Kategori P : Jenis usaha jasa pendidikan Kategori Q : Jenis usaha jasa kesehatan dan kegiatan sosial Kategori R : Jenis usaha kebudayaan, hiburan, dan rekreasi Kategori S : Jenis usaha jasa lainnya Kategori T : Jenis usaha jasa perorangan yang melayani rumah tangga, kegiatan yang menghasilkan barang dan jasa. Kategori U : Jenis usaha kegiatan badan internasional dan badan ekstra internasional lainnya. Baca Juga : Pajak Penghasilan Pasal 21 : Pengertian dan Penjelasannya Demikian artikel penjelasan kali ini, semoga dapat membantu dan menjadi insights bagi teman – teman semua. Pembaca dapat membaca artikel lainnya untuk jika dirasa artikel ini dapat membantu teman – teman semua.

Definisi KLU Pajak : Pengertian dan Penjelasan Singkatnya Read More »

Scroll to Top