Di era digital sekarang ini, software akuntansi banyak dipilih perusahaan. Hal ini karena dianggap mampu menggurangi human error dan mempercepat penyusunan laporan.
Namun dengan keuntungan tersebut, memunculkan satu pertanyaan kalau semuanya sudah otomatis, apakah pembuatan jurnal penutup masih dibutuhkan, atau justru sudah tidak relevan?
Kenapa Jurnal Penutup Itu Penting untuk Bisnis?
Pada dasarnya, adanya jurnal penutup memungkinkan perusahaan mengakhiri satu periode akuntansi secara rapi dan memulai periode berikutnya dengan pencatatan yang lebih tertib.
Hal tersebut sejalan dengan penjelasan Investopedia dalam artikel “Closing Entry: What It Is and How to Record One” bahwa closing entry berfungsi memindahkan hasil dari akun-akun laporan laba rugi (income statement) ke akun-akun neraca (balance sheet) serta “mengosongkan” akun-akun sementara (emporary accounts) agar siap digunakan kembali pada periode berikutnya.
Dengan demikian, jurnal penutup dapat dipahami sebagai jurnal yang dibuat pada akhir periode akuntansi untuk menutup saldo akun nominal (seperti pendapatan dan beban) dan memindahkan laba/rugi periode berjalan ke akun ekuitas (misalnya laba ditahan), sehingga akun nominal kembali bernilai nol di awal periode berikutnya.
Melalui jurnal penutup, perusahaan memiliki batas periode yang jelas (cut-off), sehingga pencatatan pendapatan dan beban tidak tercampur antarperiode. Dampaknya, laporan keuangan menjadi lebih andal untuk mengevaluasi kinerja periode berjalan, menyusun perencanaan periode berikutnya, serta mendukung pengambilan keputusan manajerial yang berbasis data.
Apakah Ada Perubahan di Era Software Akuntansi?
Karena di era digital sekarang ini banyak hal mengalami perubahan, kondisi tersebut memunculkan pertanyaan: apakah ada perubahan di era software akuntansi, khususnya terkait pembuatan jurnal penutup secara manual?
Sebab, pada dasarnya, tujuan jurnal penutup tidak berubah, yaitu menutup akun-akun sementara (seperti pendapatan dan beban) pada akhir periode dan memindahkan hasil usaha periode berjalan ke akun ekuitas agar periode berikutnya dapat dimulai dengan saldo akun nominal yang “nol”.
Namun, perubahan terjadi pada metode pencatatannya. Jika pada sistem manual jurnal penutup dibuat melalui ayat jurnal satu per satu, maka pada penggunaan software akuntansi proses penutupan periode umumnya dilakukan melalui fitur sistem seperti period closing dan closing date/lock date.
Melalui fitur tersebut, sistem dapat mengunci periode tertentu agar transaksi pada periode yang sudah ditutup tidak mudah diubah setelah laporan diselesaikan, sekaligus menjalankan pemindahan laba/rugi periode berjalan ke akun ekuitas (misalnya laba ditahan/retained earnings) secara otomatis sesuai pengaturan.
Walaupun sudah ada sistem digital, pembuatan jurnal penutup secara manual tetap dapat diperlukan pada situasi tertentu. Misalnya, ketika perusahaan masih menggunakan pencatatan campuran (sebagian transaksi di luar sistem), ketika melakukan migrasi data atau penyesuaian struktur akun (chart of accounts), atau saat diperlukan koreksi periode lampau yang menuntut pengendalian lebih ketat.
Karena itu, penggunaan software akuntansi tidak menghilangkan konsep jurnal penutup, melainkan lebih banyak mengalihkan fokus kerja dari aktivitas mekanis penyusunan jurnal menjadi aktivitas review, rekonsiliasi, verifikasi, dan pengendalian akses agar laporan keuangan tetap akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.
Jadi Masih Dibutuhkan atau Tidak Jurnal Penutup?
Seperti yang sudah dijelaskan, jurnal penutup secara manual masih dibutuhkan, tetapi sifatnya kondisional. Sebab, tergantung pada cara perusahaan apakah sudah sepenuhnya untuk mengandalkan sistem yang mampu melakukan penutupan periode secara otomatis dan terkendali.
bila perusahaan sudah menggunakan software akuntansi yang memiliki fitur period closing, closing date/lock date, serta pemindahan laba/rugi ke laba ditahan (retained earnings) secara otomatis, maka kebutuhan untuk menyusun jurnal penutup manual umumnya berkurang karena fungsi penutupan periode telah dapat berjalan melului sistem.
Kapan Perusahaan Menggunakan Jurnal Penutup Secara Manual?
Walaupun telah menggunakan software akuntansi digital, banyak perusahaan yang masih memerlukan jurnal penutup secara manual dalam kondisi tertentu.
Umumnya, hal ini terjadi ketika proses penutupan periode tidak sepenuhnya dapat diakomodasi oleh sistem, atau ketika perusahaan membutuhkan kontrol tambahan untuk memastikan laporan keuangan tetap akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Berikut adalah kondisi dimana pembuatan jurnal penutup manual masih relevan:
1) Pencatatan masih berbasis Excel atau sistem campuran.
Spreadsheet sering tidak punya fitur lock date, audit trail, atau proses closing otomatis. Dalam situasi ini, jurnal penutup manual membantu memisahkan periode dan mengurangi akumulasi saldo akun nominal lintas bulan/tahun.
2) Software yang dipakai tidak mendukung closing period yang kuat.
Sebagian software pengelolaan keuangan hanya “pencatatan transaksi” tanpa mekanisme penutupan periode yang rapi. Jika demikian, perusahaan bisa butuh jurnal penutup manual atau prosedur tambahan agar cut-off tetap terjaga.
3) Migrasi sistem atau perubahan chart of accounts (COA).
Saat pindah software atau merapikan COA, risiko saldo awal salah cukup besar. Jurnal penutup manual kadang diperlukan untuk memastikan akun pendapatan/beban tidak ikut terbawa sebagai saldo periode berikutnya.
4) Koreksi audit setelah periode ditutup.
Dalam praktik, bisa terjadi temuan audit (internal/eksternal) yang menuntut penyesuaian periode lampau. Jika sistem tidak mendukung mekanisme koreksi yang rapi, perusahaan berisiko mengacaukan laporan periode berjalan.
5) Kebutuhan konsolidasi dan segment reporting.
Perusahaan multi-unit/cabang sering butuh penutupan periode yang sinkron. Jika proses belum terstandar dalam sistem, jurnal penutup manual bisa muncul sebagai “jalan tengah” meski jangka panjang biasanya lebih sehat bila ditangani sistem konsolidasi.
Baca Juga: Mengapa Return On Investment Penting Dalam Keputusan Bisnis
Bagaimana Risiko Jika Tidak Beralih ke Software Akuntansi Digital?
Memigrasikan sistem manual ke sistem software akuntansi digital bukanlah sekadar ikut-ikutan tren. Tetapi proses ini dipercaya sebagai langkah yang strategis daam memperkuat ketertibatan dan penggendalian keuangan perusahaan.
Berikut adalah resijo yang bisa terjadi jika masih menggunakan sistem akuntansi digital:
1. Closing lama dan laporan telat.
Saat transaksi makin banyak, closing manual memakan waktu karena rekonsiliasi, pengecekan, dan penyusunan jurnal dilakukan satu per satu.
2. Human error tinggi.
Kesalahan input, salah rumus spreadsheet, duplikasi data, atau jurnal terlewat adalah masalah klasik yang sering baru ketahuan ketika sudah berdampak.
3. Cut-off lemah dan transaksi lintas periode sulit dikendalikan.
Tanpa lock date, transaksi backdate bisa terjadi tanpa kontrol. Hasilnya: laporan periode “bergerak” terus dan sulit dijadikan dasar keputusan.
4. Audit trail minim.
Jika ada koreksi, sering tidak jelas siapa mengubah apa, dan alasannya apa. Ini memperlemah akuntabilitas dan menyulitkan pemeriksaan.
5. Konsolidasi antar unit jadi pekerjaan berat.
Menggabungkan laporan cabang satu per satu secara manual rawan mismatch akun, mismatch periode, dan perbedaan metode pencatatan.
Pada dasarnya, membuat jurnal penutupan sangatlah diperlukan agar pendapatan dan beban pada periode berjalan tidak terbawa ke periode berikutnya, sehingga laporan laba rugi mencerminkan kinerja periode tersebut secara akurat dan proses penutupan periode (cut-off) dapat dilakukan dengan tertib.
Kesimpulan
Di era software akuntansi, proses ini sering diotomatisasi lewat fitur closing dan lock date, sehingga yang berubah adalah cara pelaksanaannya, bukan fungsinya.
Pada dasarnya, membuat jurnal penutupan sangatlah diperlukan agar pendapatan dan beban pada periode berjalan tidak terbawa ke periode berikutnya, sehingga laporan laba rugi mencerminkan kinerja periode tersebut secara akurat dan proses penutupan periode (cut-off) dapat dilakukan dengan tertib.
Namun, permasalahan muncul ketika perusahaan telah memiliki banyak cabang, sebab software akuntansi digital “standar” saja biasanya belum cukup untuk menjawab kebutuhan lintas unit secara menyeluruh.
Oleh karena itu, Bambootree hadir sebagai software akutansi digital yang memiliki fitur konsolidasi dan backdate yang membantu untuk membuat laporan gabungan antara entitas perusahaan dengan mudah. Tertarik untuk merasakan kehebatan bambootree? Yuk hubungi tim marketing kami untuk mendapatkan informasi lebih lengkap.





